Analisis Terhadap Kualitas Sanad Hadis.
undefined
undefined
A.
Sanad hadis dinyatakan mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebab utamanya dapat dilihat dari dua sisi yakni dilihat dari sisi kedudukan hadis dalam kesumberan ajaran Islam dan dilihat dari kesejarahan hadis. Dilihat dari sisi yang disebutkan pertama, sanad hadis sangat penting karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Sedang dilihat dari sisi yang disebutkan kedua, sanad hadis sangat penting karena dalam sejarah: [a] pada zaman Nabi tidak seluruh hadis tertulis; [b] sesudah zaman Nabi telah berkembang pemalsuan-pemalsuan hadis; dan [c] penghimpunan (tadwin) hadis secara resmi dan missal terjadi setelah berkembangnya pemalsuan-pemalsuan hadis.[1] Hadis Nabi merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur’an. Dilihat dari segi periwayatannya, sebagian besar hadis dari Nabi saw tidaklah mutawatir. Karenanya, pengkaji ajaran Islam dituntut memiliki kecermatan dalam menelaah kualitas hadis.[2]
Ulama hadis menilai sangat penting kedudukan sanad dalam riwayat hadis. Karena demikian pentingnya, maka suatu berita yang dinyatakan sebagai hadis Nabi oleh seseorang, tapi berita itu tidak memiliki sanad sama sekali, maka berita tersebut tidak dapat disebut sebagai hadis. Sekiranya berita itu tetap juga dinyatakan sebagai hadis oleh orang-orang tertentu, misalnya oleh ulama yang bukan ahli hadis, maka berita tersebut oleh ulama hadis dinyatakan sebagai hadis maudu’ ((موضوع.
Kriteria hadis yang bisa diterima adalah sebagai berikut:
1. Sanad bersambung (muttasil), artinya setiap sanad suatu hadis haruslah bersambung dari awal hingga akhir rawi.
2. Rawi-rawi adalah orang-orang adil, artinya semua rawiy adalah orang-orang yang benar dalam keyakinan (i’tiqād), berbudi pekerti mulia, jauh dari berbuat maksiat dan gigih dalam memelihara agama (murū’ah)
3. Setiap perawi dalam satu sanad hadis haruslah seorang yang dabit, artinya dikenal sebagai penghafal yang cerdas, dan teliti serta benar-benar memahami apa yang didengarnya. Kemudian ia meriwayatkannya dan menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar (aslinya)
4. Tidak syaz, artinya tidak berlawanan dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih akurat dan terpercaya (rājih).
5. Tidak ber’illat (tidak mempunyai cacat yang dapat menggugurkan kesahihannya).[3]
Di dalam kritik sanad hadis, maka objek yang sangat penting untuk diteliti adalah perawinya. Rawi sendiri menurut bahasa berasal dari kata riwayah yang merupakan bentuk mashdar dari kata rawa-yarwi, yang berarti “memindahkan atau meriwatakan”. Bentuk plural dari kata rawi adalah ruwāt. Jadi rawi adalah orang yang meriwayatkan atau menuliskan dalam satu kitab apa-apa yang pernah didengarnya atau diterimanya dari seseorang. Secara definisi, kata riwāyah adalah kegiatan penerimaan atau penyampaian hadis, serta penyandaran hadis itu kepada rangkaian periwayatnya dalam bentuk-bentuk tertentu. Orang yang telah menerima hadis dari seseorang periwayat (rawi), tetapi dia tidak menyampaikan hadis itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat disebut sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadis. Demikian pula halnya dengan orang yang menyampaikan hadis yang diterimanya kepada orang lain, tetapi ketika ia menyampaikan hadis itu, ia tidak menyebutkan rangkaian para perawinya, maka orang tersebut juga tidak dapat dinyatakan sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadis.[4]
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dapat atau tidak diterimanya suatu hadis ialah kualitas rawi. Tinggi rendahnya sifat adil dan dhabith para perawi menyebabkan kuat-lemahnya martabat suatu hadis. Perbedaan cara para perawi menerima hadis dari para guru mereka masing-masing mengakibatkan munculnya perbedaan lafal-lafal yang dipakai dalam periwayatan hadis. Karena perbedaan lafal yang dipakai dalam penyampaian hadis menyebabkan perbedaan nilai (kualitas) suatu hadis. Sehubungan dengan itu, penelitian dibidang rawi sangat penting dalam upaya menentukan kualitas suatu hadis. Suatu berita dianggap kuat keasliannya kalau pembawa berita (rawi) memiliki persyaratan kejujuran dan kemampuan yang dapat dipertanggung jawabkan karena perawi harus mendapat sorotan tajam sehingga lahirlah sebuah cabang ilmu hadis yang terkenal, yaitu ilmu jarh wa al-ta’dīl. Untuk melihat sejauh mana kualitas seorang perawi dapat dilihat melalui jarh dan ta’dīl.[5]
Ada beberapa persyaratan tertentu bagi seorang perawi dalam upaya meriwayatkan hadis, yaitu diantaranya:
1. Baligh, artinya cukup umur ketika ia meriwayakan hadis, meskipun ia masih kecil waktu menerima hadis itu.
2. Muslim, yaitu beragama Islam waktu menyampaikan hadis.
3. Adalah, yaitu seorang muslim baligh dan berakal yang tidak mengerjakan dosa besar dan dosa kecil.
4. Dabit, artinya tepat mendengarkan yang didengarnya, dan dihapalnya dengan baik, sehingga ketika dibutuhkan, ia dapat mengeluarkan atau menyebutkan kembali.
5. Tidak syāż, artinya hadis yan diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadis yang lebih kuat atau dengan al-Qur’an.
Dari syarat-syarat tersebut di atas ada dua hal yang dapat mendapat penekanan lebih yaitu keadilan dan kedhabitan perawi. Untuk mengetahui keadilan seorang perawi, harus melalui kepada tiga hal berikut:
1. Popularitas dan keutamaan perawi di kalangan ulama hadis.
2. Penilaian kritikus periwayat hadis.
3. Penerapan kaidah jarh wa al-ta’dil.
Sedangkan penelitian tentag penelitian tentang ke-dhabith-an perawi didasarkan pada:
1. Kesaksian ulama hadis.
2. Kesesuaian uraian riwayatnya denga riwayatnya dengan yang disampaikan oleh perawi yang telah dikenal ke-dhabith-annya.
3. Sekiranya pernah terjadi kekeliruan, maka kekeliruaan yang dilakukan oleh perawi itu tidaklah sering.
Dengan demikian, yang memegang peranan penting dalam ketetapan keadilan dan ke-dhabith-an perawi ialah kesaksian ulama ahli kritik rawi hadis. Kritikus rawi hanya yang memenuhi syarat-syarat saja yang dapat dipertimbangkan kritikannya dalam menetapkan kualitas rawi tersebut.[6]
Karena sanad hadis Abu Hurairah yang akan diteliti bejumlah banyak, maka penulis memilih salah satu sanad yang ada agar bisa diteliti secara cermat. Sanad yang penulis pilih untuk diteliti adalah sanadnya Abū Dāud. Bunyi riwayat hadis berdasarkan sanad Abū Dāud melalui sahabat Abū Hurairah tersebut sebagai berikut.
Abū Dāud, kitab al-kutub al-sittah, Maktabah al-Rusyd, Beirut, kitab al-Sunnah bab syarhu al-sunnah, hlm. 1701, no. hadis. 4596
حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ ، عَنْ خَالِدٍ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Wahab bin Baqiyah, dari Khālid, dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah saw telah bersabda: Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.
Kutipan Riwayat hadis di atas di awali dengan حَدَّثَنَا. Yang menyatakan kata itu adalah Abu Daud, yakni Sulaiman bin al-Asy’aṡ bin al-Syaddād bin ‘Amr (wafat 275 H). Karena Abū Dāud sebagai Mukharrijul-Hadits, maka dia dalam hal ini berkedudukan sebagai periwayat terakhir untuk hadis yang dikutip di atas. Dalam mengemukakan riwayat, Abu Daud menyandarkan riwayatnya kepada periwayat sebelumnya, yakni Wahab bin Baqiyah. Nama periwayat yang disandari oleh Abū Dāud tersebut dalam ilmu hadis disebut sebagai sanad pertama. Dengan demikian, maka sanad terakhir untuk riwayat hadis di atas adalah Abū Hurairah, yakni periwayat pertama karena dia sebagai sahabat Nabi saw yang berstatus sebagai pihak pertama yang menyampaikan hadis tersebut. Berikut akan dikemukakan urutan periwayat dan urutan sanad untuk hadis di atas:
NAMA PERIWAYAT | URUTAN SEBAGAI PERIWAYAT | URUTAN SEBAGAI SANAD |
Abū Hurairah | Periwayat I | Sanad V |
Abū Salamah | Periwayat II | Sanad IV |
Muhammad bin ‘Amr | Periwayat III | Sanad III |
Khālid bin ‘Abdullah | Periwayat IV | Sanad II |
Wahab bin Baqiyah | Periwayat V | Sanad I |
Abū Dāud | Periwayat VI | (mukharijul-hadis) |
Dari daftar nama tersebut tampak jelas bahwa periwayat pertama sampai dengan periwayat keenam atau sanad pertama sampai sanad kelima, masing-masing satu orang. Adapun lambing-lambang metode periwayatan yang dapat dicata dari hadis tersebut adalah حَدَّثَنَا (haddaṡanā), عَنْ (‘an), dan قَالَ (qāla). Itu berarti terdapat perbedaan metode periwayatan yang digunakan oleh para periwayat dalam sanad hadis tersebut.
Ṣigat al-Isnad itu ada delapan tingkatan (martabah). Tingkatan pertama lebih tinggi daripada tingkatan kedua dan tingkatan kedua lebih tinggi dari tingkatan ketiga dan seterusnya.[7] Jika melihat metode periwayatan yang digunakan pada hadis di atas, maka lafal حَدَّثَنَا termasuk dalam martabat pertama[8], sedangkan lafal عَن dan قَالَ termasuk martabat kedelapan.[9]
Pada pembahasan ini akan dijelaskan secara penjang lebar mengenai biografi para perawi hadis Abu Hurairah yang diriwayatkatkan oleh Abā Dāud di antaranya adalah:
1. Abū Dāud[10]
Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin al-Syaddād bin ‘Amr, demikianlah yang dikatakan oleh Abdurrahman bin Abī Hātim. Beliau lahir pada tahun 202 H dan meninggal pada tahun 275 H. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Ibrāhīm bin al-Ramādīy, Ibrāhīm bin Hamzah al-Ramaliy, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Wahab bin Baqiyah al-Wāsiṭy dan lain-lain. Muridnya dalam periwayata hadis diantaranya adalah al-Tirmīży, Ibrāhīm bin Hamdan bin Ibrāhīm bin Yūnus al-‘Aqūliy, al-Nasā’i, Abdullah bin Sulaiman bin al-Asy’aṡ (anaknya), Abū ‘Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Umar, dan AbūAmr.
Pernyataan Kritikus hadis mengenai Abū Dāud adalah:
Ø Al-Hākim Abū ‘Abdillah: Abū Dāud adalah Ahli hadis pada masanya.
Ø Abu Hātim Bin Hibbān: Abū Dāud adalah salah seorang pemimpin dunia yang faqih, ‘alim, huffaẓ, dan wara.
Ø Musa bin Hārum al-Hāfiẓ: Abū Dāud diciptakan di dunia ini memiliki hadis dan di akhirat memiliki syurga.
Ø Ahmad bin Muhammad bin Yāsin al-Hawārīy: Abū Dāud adalah seorang huffaẓ dalam bidang hadis. Dia seorang yang taat beribadah, pemaaf, dan wara’.
Penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Abū Dāud adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi dan kapasitas intelektual yang tinggi dan tidak ada satupun yang mencela ataupun melemahkannya. Pernyataannya menerima hadis dari Wahab bin Baqiyah dapat dipercaya.
2. Wahab bin Baqiyah[11]
Nama lengkapnya adalah Wahab bin Baqiyah bin Uṡman bin Sābur bin ‘Ubaid bin Ᾱdam bin Ziyād al-Wāsiṭīy, Abū Muhammad al-Ma’fuf Bawahbanīy. Beliau lahir pada tahun 155 H dan meninggal pada tahun 236 H, demikianlah menurut Muhammad bin Abdullah al-Haḍramī, Abū al-Qāsim al-Bagāwi, Abū Hātim bin Hibbān, dan Ahmad bin Kamāl al-Qādī. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Aqlab bin Tamīm, Biysr bin al-Mufaḍḍal, Ja’far bin Sulaiman al-Ḍubaī, Hātim bin Ahnaf al-Wāsiṭī, Khālid bin Abdullah al-Wāsiṭī, dan Sulaiman bin Akhdar. Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Muslim, Abū Dāud, Ibrāhīm bin Ayub al-Wāsiṭī al-‘Adl, Abū al-Wālid Ahmad bin Bisyr al-Ṭayalīsī, Ahmad bin al-Hasan al-Wāsiṭī, dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Kakeknya adalah Ziyād Raḍī’ Qais bin Sa’īd bin ‘Ubādah.
Pernyatan Kritikus hadis mengenai Wahab bin Baqiyah:
Ø Hasyim bin Marṡad al-Ṭabarānī, dari Yahya bin Mā’in berkata: Beliau orangnya ṡiqah (terpercaya), akan tetapi ia masih kecil ketika mendengarnya.
Ø Ibnu Hibbān di dalam kitabnya ia mengatakan: Wahab bin Baqiyah orangnya ṡiqah.
Ø Hāfiẓ Abū Bakar al-Khatib: Dia orangnya ṡiqah.
Penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Wahab bin Baqīyah adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi baik dan terpercaya dan tidak ada satupun yang mencelahnya. Pernyataannya menerima hadis dari Khālid bin Abdullah dapat dipercaya.
Nama lengkapnya adalah Khālid bin ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Yazīd al-Ṭahhān. Nama panggilannya Abūal-Haiṡam dan Abū Muhammad. Dia dilahirkan pada tahun 110 H dan wafat pada tahun 176 H, demikianlah menurut ‘Ᾱli bin ‘Abdullah bin Mubasysyir al-Wāsiṭī. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Ismail bin Ahmad bin Abī Sulaiman, Sulaiman bin Abī Khālid, Aflah bin Humaid al- Madanī, dan Abī Bisyr. Muridnya dalam bidang periwayatan hadis diantaranya adalah Ibrahim bin Mūsā al-Razī, Ishaq bin Syāhīn al-Wāsiṭī, Abū Umar Hafd bin ‘Umar al-Hauḍī, dan Khalf bin Hisyām al-Bazzār.
Pernyataan Kritikus hadis mengenai Khāid bin Abdullah:
Ø Abdurrahman bin Hātim berkata: ‘Abdurrrahman bin Ahmad Ibnu Hanbal mengabarkan di dalam kitabnya kepadaku, dia berkata: Bapakku telah berkata: Khālid al-Ṭahhān itu ṡiqah dan shaleh dalam agamanya.
Ø Abū al-Qāsim al-Ṭabarānī berkata: Aku telah mendengar ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dia berkata: Khālid bin ‘Abdullah al-Wāsiṭī termasuk orang-orang yang mulia.
Ø Muhammad bin Sa’ad, Abu Zur’ah Abu Hātim, al-Tirmiżī, dan al-Nasā’ī mengatakan bahwa dia adalah seorang yang ṡiqah, Abu Hātim menambahkan bahwa hadisnya itu sahih (baik, sah). Al-Tirmiżī mengatakan dia adalah seorang Hāfiẓ.
Ø Abū Dāud berkata: Ishaq al-azrak berkata: Aku tidak menemukan yang lebih utama dari pada Khālid bin al-Ṭahhān.
Dari penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Khālid bin ‘Abdullah adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi baik dan terpercaya.
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Amr bin al-Qāmah bin Waqqaṣ al-Laiṡī, terkadang dia dipanggil Abū ‘Abdillah dan Abū al-Hasan, al-Madanī. Dia wafat pada tahun 144 H demikian menurut Wāqidī dan 145 menurut ‘Amr bin ‘Ali. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaraya adalah Ibrāhīm bin ‘Abdullah bin Hunain, Ibrāhīm bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Khālid bin ‘Abdullah bin Harmalah, Dīnār bin Abī ‘Abdillah al-Qarrażī, al-‘Arabi bin Lūṭ, Sālim bin ‘Abdullah bin ‘Umar, Sa’ad bin Said al-Anṣarī, dan Sa’ad bin al-Munżir bin Abī Humaid al-Saidī. Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Asbaṭ bin Muhammad al-Qursy, Ismail bin Ja’far, al-Hasan bin Ṣalih bin Haīy, Abū Usamah Hammad bin Usāmah, dan Khālid bin ‘Abdullah al-Wāsiṭī.
Komentar Kritikus hadis mengenai Muhammad bin ‘Amr:
Ø Ishaq bin Hākim berkata: Yahya al-Qaṭṭan pernah berkata: Muhammad bin ‘Amr merupakan laki-laki yang Ṣaleh namun bukan orang yang paling hafal hadis.
Ø Ishaq bin Manṣur berkata: Dari Yahya bin Mu’in, sesungguhnya dia pernah ditanya tentang Muhammad bin ‘Amr dan Muhammad bin Ishaq, manakah dari keduanya yang didahulukan? Dia berkata: Muhammad bin ‘Umar.
Ø AbūBakar bin Abi Khaiṡamah berkata, Yahya bin Mu’in pernah ditanya mengenai Muhammad bin ‘Amr, lalu ia berkata: Orang-orang selalu berhati-hati terhadap hadisnya kemudian ditanyakan kepadanya: Apakah alasannya? Dia menjawab: Dahulu dia pernah sekali menceritakan (hadis) dari Abū Salamah dengan dengan ucapan dari pikirannya, kemudian pada kesempatan lain dia menceritakannya dari Abû Salamah, dari Abū Hurairah.
Ø Ibrāhīm bin Ya’qub al-Saidī al-Juwazjanī berkata: Dia tidak kuat hadisnya dan hadisnya dilemahkan.
Ø Abū Hātim: Hadisnya baik, ditulis, dan dia juga seorang guru.
Ø Al-Nasā’i: Tidak apa-apa (hadisnya) dan di tempat lain ia berkata: Dia itu ṡiqah.
Ø Abū Ahmad bin ‘Adī: Hadis miliknya itu bagus, sekumpulan orang terpercaya ṡiqah telah meriwayatkan hadis darinya.
Ø Ibnu Hibbān menyebutkankan namanya dalam kitab al-Ṡiqāh, dan dia berkata: Dia itu sering melakukan keliruan (yukhti’u)
Penilaian kritikus di atas mengenai Muhammad bin ‘Amr berbeda-beda, ada yang menganggapnya ṡiqah dan ada juga melemahkannya. Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Muhammad bin ‘Amr adalah perawi yang tidak terpercaya, meragukan, dan tidak bisa diterima hadisnya begitu saja. Di dalam biografinya tidak ditemukan ketersambungan sanad dari Abū Salamah dan Khālid bin ‘Abdullah tetapi antara Abū Salamah dengan Khālid ada ketersambungan karena ada hubungan antara guru dan murid.
Nama lengkapnya adalah Abū Salamah bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf al-Qursy al-zuhrīy al-Madanīy. Dia wafat pada tahun 94 H, demikianlah menurut al-Haiṡam bin ‘Adīy, sedangkan menurut Muhammad bin Sa’ad dia meninggal pada tahun 92 H pada masa khalifah al-Walīd dan umurnya pada saat itu adalah 72 tahun. Gurunya dalam meriwayatkan hadis diantaranya adalah Usāmah bin Zaid, Anas bin Mālik, Bisyr bin Zaid, Ṡaubān pembantu Rasulullah saw, Jabir bin ‘Abdullah al-Anṣarīy, Ja’far bin ‘Amr bin Umayyah al-Dārimīy, dan Mu’awiyah bin al-Ahkam al-Sulamīy. Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Ismail bin Umayyah, a-Aswad bin al-‘Ala bin Jāriyah al-Ṡaqafi, Bukair bin ‘Abdullah bin al-Asyaj, Ṡumāmah bin Kilab, Ja’far bin Rabī’ah, dan Muhammad bin ‘Amr bin al-Qāmah.
Pernyataan Kritkus hadis mengenai Abū Salamah:
Ø Muhammad bin Sa’ud berkata: Dia itu ṡiqah dan banyak meriwatkan hadis.
Ø Abū Zur’ah: Dia adalah imam yang ṡiqah.
Ø Anas bin Mālik: Di kalangan kami terdapat lelaki dari ahli ilmu, nama salah seorang diantara mereka adalah memakai kunyahnya, yaitu Abū Salamah bin ‘Abdurrahman.
Setelah mengetahui penilain para kritikus di atas, dapatlah kita pahami bahwa Abū Usāmah salah seorang sahabat Nabi yang terpercaya dan banyak meriwayatkan dan keilmuannya dalam bidang hadis tidak perlu diragukan lagi. Pernyataannya menerima hadis dari Abu Hurairah dapat dipercaya.
Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman bin Ṣakhr bin ‘Abdurrahman bin Wābiṣah bin Ma’bad al-Asadīy al-Raqīy, Gurunya dalam periwayatan hadis di antaranya adalah: Bisyri bin Lāhiq al-Raqy, Ja’far bin Barqān, Syaibān bin ‘Abdurrahman al-Nahawīy, Ṭalhah bin Zaid al-Raqīy,dan Qays bin al-Rabīy’. Muridnya dalam periwayatan hadis di antaranya adalah: anaknya sendiri yaitu ‘Abdussalam bin ‘Abdurrahman al-Wābiṣy, Abū Dāud meriwayatkan satu hadis darinya. Kunyahnya adalah Abu Hurairah al-Dausy. (184)
Setelah melihat biografi perawi di atas maka dapat kita ketahui bahwa ada sanad yang bermasalah yakni Muhammad bin ‘Amr yang dilemahkan oleh banyak ulama, tapi lemah yang dimaksud di sini adalah bukan karena maksiat atau hal yang buruk lainnya akan tetapi karena kelemahan hafalannya dan seringnya melakukan kekeliruan. Dari semua hadis riwayat Abū Hurairah pasti akan melalui jalurnya Muhammad bin ‘Amr yang lemah, meskipun semua sanadnya yang lain (selain Muhammad bin ‘Amr) ṡiqah.
0 komentar:
Posting Komentar