KISAH LELAKI DURHAKA YANG MEMILIKI DUA KEBUN SUBUR
undefined
undefined
A. PEMBAHASAN
Al-Qur’an menyampaikan pesannya dengan beragam cara, salah satunya adalah melalui kisah yang dapat dipetik hikmah dan ibrahnya. Salah satu kisah Al-Qur’an yang cukup menarik dan padat hikmah adalah kisah dua lelaki di dalam surah Al-Kahfi ayat 32-44. Sebelum merinci kandngan yang terkandung di dalamnya kami menyamapikan terlebih dahulu kisahnya di dalam Al-Qur’an secara lengkap beserta tambahan keterangan dari kitab-kitab tafsir;
وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا [٣٢] كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِّنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا [٣٣[وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا [٣٤]
Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.(32) Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu,(33) dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat"(34). (al-Kahfi : 32-34).
Imam al-Baghawi menyebutkan bahwa kedua lelaki yang kisahnya dijadikan perumpamaan tersebut adalah dua orang yang bersaudara di kalangan Bani Israil. Salah seorang di antara mereka adalah lelaki yang beriman bernama Yahudza sedangkan saudaranya yang kafir bernama Quthruz.[1] Keduanya mewarisi harta dari ayah mereka sebanyak 8000 dirham, warisan tersbut mereka bagi rata masing-masing orang mendapatkan 4000 dirham. Quthruz si kafir menggunakan uangnya tersebut untuk membangun rumah dan membeli tanah pertanian yang luas serta menikahi wanita cantik. Yahudza yang beriman kepada Allah menginfakan hartanya dijalan Allah swt dan berdoa agar dia dibrikan taman (kebun), tempat tinggal serta istri di surga.
Di dalam doanya Yahudza berkata. “Ya Allah sesungguhnya si fulan (maksudnya saudarany) telah membeli tanah seharga seribu dinar. Aku juga hendak membeli tanah di surga-Mu seharga seribu dinar. Ya Allah dia telah membeli sebuah rumah seharga 1000 dirham, aku juga hendak membeli sebuah rumah di surga-Mu dengan sedekah seribu dirham. Ya Allah dia telah menikahi seorang perempuan dengan uang 1000 dirham, maka nikahkanlah aku dengan bidadari di surga-Mu. Ya Allah dia telah membeli kesenangan-kesenangan dengan uang 1000 dinar, aku juga hendak meminta kesenangan di surga-Mu.”[2]
Pada suatu ketika Yahudza membutuhkan uang, ia pun mengunjungi Qurthuz untuk meminjam uang kepadanya. Awalnya Qurthuz tidak mengenali saudaranya tersebut sehingga Yahudza harus memperkenalkan dirinya. Setelah mengetahui bahwa Yahudza yang beriman telah kehabisan hartanya karena memeblanjakan di jalan Allah dan hendak meminta bantuan kepadanya, Qurthuz pun menjadi sombong dan mengatakan kalimat angkuhnya yang diabadikan Al-Qur’an ; "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat."[3] Ketika masih dikuasai oleh perasaan sombong, bangga, dan jumawa dia memasuki kebun-kebunnya yang subur dan merasa takjub terhadapa kekayaannya sendiri.[4] Qurthuz menjadi semakin sombong karena hartanya. ia pun mulai ingkar terhadap kebaradaan hari kiamat dan bahkan Allah swt, serta membuat olok-olok terhadap akhirat bahwa jika ada akhirat, Allah akan tetap memberikannya kebun dan taman yang lebih banyak[5];
وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا [١٨:٣٥]وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنقَلَبًا [١٨:٣٦]
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, (35) dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu".(36) (QS. al-Kahfi : 35-38).
Yahudza yang mendengarkan ucapan-ucapan buruk saudaranyua kemudian menasehatinya, seperti tercantum di dalam ayat-ayat berikutnya ;
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا [١٨:٣٧]لَّٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا [١٨:٣٨]
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya -- sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? (37). Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.(38). (QS. al-Kahfi : 38).
Selain menasehati Qurthuz, Yahudza juga mengajarkan kepadanya saudaranya untuk berdoa dan bersyukur kepada Allah swt ketika melihat kebun dan kekayannya yang melimpah setiap kali ia memasuki kedua kebunnya yang subur ;
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِن تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنكَ مَالًا وَوَلَدًا
Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, (QS. al-Kahfi : 39).
Akan tetapi Qurthuz tidak mau mendengarkan perkataan saudaranya, dia tetap kafir, ingkar nikmat, dan bersikap sombong. Akhirnya Yahudza memberinya peringatan yang cukup keras kepadanya bahwa Allah akan memberinya kebun yang lebih baik di akhirat[6] dan membinasakan kebun milik Qurthuz ;
فَعَسَىٰ رَبِّي أَن يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا]٤٠] أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا [٤١]
Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin (40). atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi" (41). (QS. al-Kahfi : 40-41).
Di dalam ucapan Yahudza tersebut terdapat doa agar Allah membinasakan saja kebun saudaranya yang telah membuatnya menjadi kufur. Yahudza berharap jika kebunnya hancur dan tidak bisa diselamatkan lagi, Qurthuz akan menjadi beriman kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.[7] Allah swt lalu mengabulkan doa Yahudza dan membinasakan kebun saudaranya yang kufur nikmat. Qurthuz dan para pengawalnya tidak bisa berbut apa-apa untuk menyelamatkan harta serta kebunnya dia hanya bisa menyesali kekufuran yang telah ia lakukan;
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا ]٤٢] وَلَمْ تَكُن لَّهُ فِئَةٌ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا ]٤٣]
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku"(42). Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.(43). (QS. al-Kahfi : 42-43).
Setelah menyebutkan ceritanya secara lengkap di atas, kami akan menyampaikan kandungan ceritanya secara terperinci.
a. Targhib (motivasi) ;
Kisah ini mengandung motivasi atau ajakan kepada kebaikan yakni membelanjakan harta di jalan Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Yahudza. Orang beriman diberikan motivasi untuk bersedekah karena mereka akan mendapatkan balasan di Surga sebagaimana Yahudza mendapatkan kebun yang lebih baik di surga(QS. al-Kahfi : 40).
b. Targhib (ancaman) :
Di dalam kisah ini terdapat ancaman kepada orang-orang yang terlalu mencintai hartanya sehingga menjadi kikir, sombong, dan ujub, juga kepada orang-orang yang tertipu nikmat dunia sehingga menjadi kaum atheis dan materialis yang tidak percaya kepada Allah dan akhirat.[8] Kedua jenis orang ini diancam kehancuran di dunia, penyesalan sebagaimana Qurthuz dan jika mereka tidak taubat akan mendapatkan adzab di akhirat (QS. al-Kahfi : 45).
c. Tuntunan ;
Di dalam kisah ini diajarkan tuntunan ketika kita memasuki kebun kita yang subur, begitu juga ketika melihat nikmat yang melimpah atau hal-hal yang menakjbkan agar melafalkan kalimat ini[9] ;
مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
Rasulullah saw bersabda ;
عن أنس رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ما أنعم الله على عبد نعمة من أهل أو مال أو ولد، فيقول: { مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ } فيرى فيه آفة دون الموت (رواه البيهقي في شعب الايمان)
Dari Anas Ra, Rasulullah saw bersabda ; “Jika Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya berupa keluarga, atau harta atau anak, lalu hambanya itu mengucapkan { مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ } Maka hamba tersebut tidak akan mendapati suatu yang menganggu pada nikmat-nikmant tersebut kecuali kematian. (HR. Al-Baihaqi di dalam Sya’bul Iman).
d. Dialog
Di dalam kisah ini tedapat dialog-dialog yang mengandung banyak hikmah yakni dialog antara Yahudza dan Qurthuz. Misalnya dialog ketika mereka memasuki kebun miliki Qurthuz ;
Qurthuz ; “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu”
Yahudza menjawabnya; “Apakah kamu kafir kepada Tuhan yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku percaya bahwa: Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.”
e. Mauidhah ;
Mauidhah yang terdapat di dalam kisah ini antara lain nasehat Yahudza kepada saudaranya agar tidak melupakan Allah swt ketika ia mendapatkan banyak nikmat, karena Allah swt lah yang mencuptakannya dan memberikan kepadanya semua nikmat yang sangat banyak. Jika ia masih saja kufur, maka Allah akan menggantikan semua nikamt itu dengan azab dan penyesalan (QS. al-Kahfi : 37-41).
f. Amtsal (perumpamaan) :
Sebagaimana yang disebutkan pada awal ayat 32, Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw agar menajadikan kedua lelaki Bani Israil tersebut sebagai perumpamaan. Menurut Wahbah az-Zuhaili, lelaki kafir (Qurthuz) adalah perumpamaan bagi para musyrikin Mekkah yang kaya sedangkan lelaki miskin yang beriman (Yahudza) adalah perumpamaan bagi orang-orang miskin yang beriman seperti Bilal, Ammar dan Suhaib Ra. Para musyrikin Mekah menghedaki agar Nabi saw mengeluarkan orang-orang beriman yang miskin tersebut dari majlisnya, karena mereka menyangka mereka lebih mulia, padahal orang-orang beriman itu jauh lebih mulia di sisi Allah swt sebagaima Yahudza yang lebih mulia dari Qurthuz.[10] Menurut Syaikh Mutwalli asy-Sya’rawi keduanya merupakan perumpamaan yang selalu ada di dalam suatu masyarakat yakni adanya golongan kafir kaya yang sombong dan orang beriman yang merasa qanaah meskipun mereka tidak kaya.[11]
B. PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL
Pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari kisah Qurthuz dan Yahudza ini antara lain ;
1. Nilai hakiki yang harus dipertahankan , ditingkatkan, dan dijadikan milik yang paling berharga bukanlah harta, kekuasaa, atau kenikmatan akan tetapi akidahlah nilai hakiki tersebut, yakni keimanan kepada Allah dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Islam tidka mengharamkan harta duniawi, tetapi ia bukanlah tujuan hidup yang hakiki.[12]
2. Kita harus berhati-hati terhadap sifat sombong dan arogansi karena kekayaan. Kedua sifat tersebut dapat menjerumuskan kedalam kemusyrikan dan kekafiran.[13]
3. Jika kita mendapatkan nikmat dari Allah swt berupa harta yang melimpah, keluarga yang bahagia dan lainnya, maka yang harus dilakukan adalah senantiasa bersyukur dan mengingat bahwa Dia lah yang telah memberikan semua nikmat itu. Dengan demikian kita akan terhindar dari sikap kufur dan
sombong, ujub dan lainnya yang membinasakan.
Allah swt berfirman ;
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ [١٤:٧]
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7).
C. DOA
Berkaitan dengan pelajaran dan hikmah dari kisah ini, doa yang dapat kita panjatkan adalah doa meminta dijadikan hamba-hamba Allah swt yang senantiasa bersyukur ;
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ [٢٧:١٩]
Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh (QS. an-Naml : 19).
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ [٤٦:١٥]
Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. al-Ahqaf : 15).
Kita juga berdoa untuk diberikan petunjuk sehingga kita memperoleh kebaikan dunia akhirat dan bukan cuma kebaikan dunia ;
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ [٢:٢٠١]
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka (QS. al-Baqarah : 201).
D. DAFTAR BACAAN
Abu al-Fida Ismail, Ibn al-Katsir, , Tafsir al-Qur’an al-Azhim, edisi Sami bin Muhammad Salamah, ttp:Dar Thayyibah li Nasyr wa at-Tauzi’, 1999 M.
Abu Zahrah, Muhammad, Zahrah at-Tafsir, ttp : Dar al-Arabi, tt.
al-Baghawi , Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud, Ma’alim at-Tanzil, edisi Muhammad Abdullah an-Namr dkk, (ttp : Dar ath-Thayyibah li an-Nasyr wa at-Tauzi’, 1997
al-Qurthubi, Syamsuddin, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an al-Masyhur bi Tafsir al-Qurthubi, edisi Ahmad al-Barduny dan Ibrahim Athfisy, (Kairo : Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1964 M.
as-Sa’di, Abdurrahman, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, edisi Abdurrahman bin Ma’lan al-Luwaihiq, (ttp : Muassasah Risalah, 2000 M.
az-Zuhaili, Wahbah at-Tafsir al-Wasith, Damaskus : Dar al-Fikri, 1422 H.
E. IDENTITAS PENYUSUN
ü Nama : Ayub
ü Semester : VI (enam)
ü Nomor Presensi : 05
ü Nomor HP : 081241941080
ü Situs Pribadi : http://ayubmenulis.blogspot.com/ (Ngaji Online : artikel, e-book, dan aplikasi Islami gratis)
[1] Terdapat perbedaan pendapat mengenai namanya, Ibnu Abbas menyebutnya Yahudza, sedangkan Muqatil menyebutkan namanya adalah Malikha. Begitu pula saudaranya terdapat perbedaan pendapat, Wahab berpendapat namanya adalah Qithfir. Lihat ; Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, edisi Muhammad Abdullah an-Namr dkk, (ttp : Dar ath-Thayyibah li an-Nasyr wa at-Tauzi’, 1997), V:170.
[3] Seperti itulah yang dikisahkan Imam al-Qurthubi, Imam ats-Tsa’labi, dan Imam al-Qusyairi, Lihat ; Syams ad-Din al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an al-Masyhur bi Tafsir al-Qurthubi, edisi Ahmad al-Barduny dan Ibrahim Athfisy, (Kairo : Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1964), X:399.
[4] Muhammad Abu Zahrah, Zahrah at-Tafsir, (ttp : Dar al-Arabi, tt), IX:4529.
[5] Abdurrahman as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, edisi Abdurrahman bin Ma’lan al-Luwaihiq, (ttp : Muassasah Risalah, 2000), I:477.
[6] Al-Hafizh Abu al-Fida Ismail Ibn al-Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, edisi Sami bin Muhammad Salamah, (ttp:Dar Thayyibah li Nasyr wa at-Tauzi’, 1999), V : 159.
[10] Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Wasith, (Damaskus : Dar al-Fikri, 1422), II:1423.
[11] Asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, (CD al-Maktabah al-Syamilah v. 3,47).
[12] Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur’an, (CD al-Maktabah al-Syamilah v. 3,47).
[13] Abu Bakar al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, (Madinah : Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 2003),III:257.
1 komentar:
Masya Allah...
Semoga kisah ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua.
Posting Komentar