TINJAUAN UMUM TENTANG PERPECAHAN UMAT ISLAM
undefined
undefined
A. Pengertian Iftiraq
Iftiraq secara etimologis berasal dari kata mufaraqah, yang berarti “perceraian, perpisahan, dan pemutusan”. Iftiraq juga diambil dari kata insyaab (pertentangan) dan syudzudz (nyeleneh, ganjil, atau aneh). Dari kata ini iftiraq berarti “sesuatu yang keluar dari asal (pokok), atau segala sesuatu yang keluar dari kesungguhan atau segala sesuatu yang keluar dari jama’ah”[1]
Iftiraq menurut istilah adalah “keluar dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam salah satu pokok (ushul) dari pokok-pokok agama yang qathiyyah ataupun pokok-pokok amaliyah yang sifatnya qath’iyyah ataupun pokok-pokok yang erat hubungannya dengan kemashlahatan kaum Muslimin.[2]
Dengan begitu, membuat selisih dengan Ahlu Sunnah wal Jama’ah pada masalah-masalah pokok yang berhubungan dengan akidah merupakan perbuatan iftiraq serta membuat selisih dengan Jama’atul Muslimin dan iman mereka pada masalah-masalah yang yang mendatangkan kemashlahatan dan kemajuan bagi kaum Muslimin juga merupakan iftiraq. Keluar dari ijma’ (kesepakatan) kaum Muslimin secara praktis dinamakan iftiraq, setiap kufur besar dinamakan juga iftiraq, tetapi tidak setiap bentuk iftiraq adalah menjurus kepada kekufuran. Setiap amalan atau keyakinan yang mengeluarkan manusia dari pokok-pokok islam, pokok-pokok Islam, kepastian-kepastian agama, dan dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang membuat dia kufur, maka hal itu juga berarti tindakan iftiraq. Namun, tidak setiap iftiraq itu kufur. Artinya, mungkin terjadi iftiraq dari sekelompok atau segolongan manusia atau jama’ah, tetapi kadang-kadang tidak bisa disebut kufur sampai dia dipastikan berbuat iftiraq (berpecah-belah) dari Jama’atul Muslimin dalam salah satu perbuatan, seperti pemisahan diri yang dilakukan kaum Khawarij. Kaum Khawarij telah memisahkan diri dari Jama’atul Muslimin, dam mengadakan pemberontakan kepada kaum Muslimin yang lebih besar. Oleh karena itu, mereka benar mengadakan pemisahan diri dengan Jama’atul Muslimin dan imam Yang dibai’at. Saat itu para sahabat belum memvonis kaum Khawarij sebagai kafir, tetapi masih dalam batas sebagai orang yang berselisih.[3]
B. Perbedaan antara Ikhtilāf dan Iftirāq
Mengetahui perbedaan antara ikhtilāf dengan iftirāq amatlah penting. Para cendekiawan dan pakar Muslim harus mewaspadainya hal ini, karena para dā’i dan pemuda yang bangkit masih belum sempurna pemahaman mereka terhadap agama. Mereka cenderung tidak membedakan masalah ikhtilāf atau “perselisihan” dan masalah “iftirāq atau “perpecahan. Akibatnya mereka menghukumi ikhtilāf dengan iftirāq. Jelas ini merupakan kesalahan fatal yang berakar dari ketidak tahuannya tentang masalah pokok perpecahan. [4]
Perbedaan antara ikhtilāf dengan iftiraq dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Iftiraq adalah bentuk ikhtilaf yang lebih keras, bahkan bisa dikatakan pula merupakan buah ikhtilaf. Kadang-kadang ikhtilaf berkelanjutan kepada iftiraq dan kadang-kadang pula tidak. Jadi bisa dikatakan bahwa iftiraq itu merupakan ikhtilaf dengan tambahan (berbagai unsur). Meski demikian, tidak semua ikhtilaf itu adalah iftiraq dan dari sinilah akan muncul perbedaan dari keduanya.
2. Tidak semua ikhtilaf bisa disebut iftiraq, tetapi setiap iftiraq pasti dimulai dari ikhtilaf. Kebanyakan masalah-masalah yang dipertentangkan kaum muslimin adalah masalah Khilafiah. Oleh karena itu, tidak boleh orang berselisih faham divonis kafir, atau memisahkan diri dari Jama’atul Muslimin atau keluar dari As-Sunnah.
3. Iftiraq tidak akan terjadi pada hal-hal pokok yang besar (masalah ushuluddin) yang tidak diberi keleluasaan untuk terjadi ikhtilaf sebab hal itu telah menjadi ketetapan yang qath’i, telah menjadi ijma’, atau telah ditetapkan berdasarkan manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang tidak ada lagi perselisihan atas masalah tersebu. Hal-hal yang demikian itulah yang disebut dengan hal-hal pokok (ushul). Siapa saja yang menyelisihi atas hal tersebut berarti dia telah muftariq (orang-orang yang menyempal). Adapun hal-hal yang selain dari itu termasuk dalam masalah ikhtilaf. Oleh karena itu, perselisihan terjadi pada masalah yang bukan pokok, dimana dalam perkara tersebut masih dimungkinkan masuknya pendapat dan ijtihad. Bagi orang yang menyatakkan beda pendapat masih dioerbolehkan, sebab hal iu biasanya disebabkan kaena kurang mengerti, pemahaman yang dipaksakan, atau salah penafsiran. Hal itu terjadi dalam medan ijtihadiyah dan masalah furu’ (cabang agama) atau juga disebabkan masalah pokok yang bertentangan di antara para imam agama. Sedangkan masalah furu’ biasanya terjadi pada masalah akidah yang pokok-pokoknya sudah disepakati tetapi bagiab-bagiannya diperselisihkan, seperti kesepakatan para imam tentang Isra’ Mi’raj. Mereka berselisih dalam hal apakah Nabi Muhammad melihat Allah dengan mata kepala atau dengan mata hati.
4. Perselisihan kadang terjadi karena suatu ijtihad, yang mana masih didasari niat yang baik dan para pelakunya (mujtahid) akan diberi satu pahala bila ijtihadnya salah selagi masih dalam rangka mencari kebenaran. Sedangkan apabila ijtihadnya yang tepat, maka ia akan mendapatkan dua kali pahal mujtahid yang salah tersebut. Meskipun demikian, ijtihad yang salah masih diberikan pujian juga. Sedang bila mengakibatkan perpecaan maka hal itu akan mendapatkan celaan. Perpecahan tidak boleh disebabkan oleh suatu ijtihad yang didasari niat baik. Apabila ini dilakukan, pelakunya tidak akan mendapat pahala bahkan mendapat celaan dan dosa. Dari ketentuam ini, maka tidak mungkin terjadi perpecahan karena suatu ijtihad yang didasari oleh niat baik kecuali karena tindakan bid’ah, yaiu mengikuti hawa nafsu atau taqlid kepada hal yang tercela.
5. Iftiraq selalu dikaitkan dengan peringatan kepada kita untuk menjauhinya, karena iftiraq akan mengakibatkan kita terjerumus kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan ikhtilaf bukanlah demikian, selagi ikhtilaf tersebut terjadi karena masalah-masalah yang diperbolehkan untuk berijtihad, atau memiliki pendapat berbeda tidaklah menjadi persoalan, atau pelakunya kurang mengerti alasan dan tidak didukung dengan argumentasi yang jelas, atau karena pemaksaan ide yang tidak dimengerti oleh orang lain, atau karena penafsiran yang tidak akan jelas kecuali diperkuat oleh argument yang kuat.[5]
C. Sejarah Perpecahan Umat
Sesungguhnya awal mula terjadinya iftiraq pada umat ini yang berupa pemikiran, keyakinan yang beradasarkan kedengkian atau hanya berupa isu, yaitu akidah Saba’iyah (akidah Syi’ah dan Khawarij) yang disebabkan oleh akidah akidah sesat yang ditebarkan Abdullah bin Saba’ yang akhirnya disambut baik oleh orang-orang yang benci terhadap Islam dari golongan orang-orang munafiq, ahli kitab, dan orang-orang yang bodoh akan keislaman. Akidah-akidah sesat yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’ mampu memecah belah kaum Muslimin, dimana muncul secara sembunyi setelah itu kelompok-kelompok sempalan yang sesat seperti Khawarij dan Syi’ah yang keduanya telah menyimpang dari ketentuan-ketentuan pokok Islam.
Firqah yang pertama kali muncul dan memisahkan diri dari imam kaum Muslimin dan Jama’ahnya adalah golongan Khawarij, sedang Khawarij berakar pada Jama’ah Saba’iyah. Sebagian orang berpendapat bahwa diantara Khawarij dan Saba’iyah berbeda, sebenarnya Khawarij merupakan salah satu pohon dari pohon Saba;iyah atau dengan kata lain, Saba’iyah pecah menjadi dua: Khawarij dan Syi’ah. Meskipun antara Khawarij dan Syi’ah ada sedikit perbedaan, tetapi akarnya sama, semuanya tumbuh kecuali setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan ra yang dipengaruhi pemikiran, keyakinan, dan tindakan Abdullah bin Saba’, sehingga dari sinilah kemudian muncul akidah Khawarij dan Syi’ah.adapun perbedaan antara Khawarij dan Syi’ah adalah buatan orang-orang batil saja dengan satu maksud untuk memecah belah umat, yaiyu Abdullah bin Saba’ yang menebarkan benih sesuatu golongan yang memperturutkan hawa nafsu. Sedang benih yang lain sesuai dengan golongan yang lain dengan tujuan di antara mereka supaya saling bermusuhan sehingga terpecahlah umat Islam.
Yang terjadi sekarang ini, musuh-musuh Islam menggunakan cara membentuk apa yang dinamakan sayap kanan dan sayap kiri (ekstrem kanan ekstrem kiri). Orang-orang Islam dibagi dalam beberapa partai, yaitu partai kanan dan partai kiri. Ketika mereka melaksanakan maksudnya, ada yang berperan sebagai sekularis, fundamentalis, modernis, ortodoks, dan lain sebagainya. Sebenarnya permainan ini sumber dan tujuannya hanya satu-meski dengan berbagai bentuk- yaitu menegakkan kebatilan dan menghancurkan kebenaran.
2.Merupakan sesuatu hal yang sudah sepatutnya untuk kita waspadai, bahwasanya para sahabat ra tidaklah pernah terpengaruh oleh tipu daya Abdullah bin Saba’, sehingga sejarah iftiaq tidak penah merambah para sahabat ra sama sekali. Adapun masalah ikhtilaf tetaplah ada pada mereka, tapi semua ikhtilaf yang ada dapat dikendalikan. Entah dengan ijma’ (kesepakatan bersama) atau dengan bertenggang rasa dengan pendapat Jama’ah ataupun dengan cara berkumpul di sekeliling imam untuk saling memecahkan permasalahan khilafiyah yang ada.
Inilah yang terjadi di kalangan sahabat, tidak seorang sahabat pun yang memisahkan diri dari Jama’ah, tidak ada yang berkata bid’ah atau melakukan pekerjaan baru dalam agama. Pada hakikatnya, para sahabat itulah imam yang mengikuti agama. Selamanya tidak akan pernah terjadi, bahwa seorang di antara mereka merupakan sumber bid’ah tidak pula pangkal perpecahan. Adapun mereka yang menisbatkan pendapat maupun golongan kepada sahabat, tidak lain hanyalah mendustakan mereka dan merupakan kebohngan besar. Tidak benar, kala Ali bin Abi Thalib ini adalah bapak aliran Syi’ah, Abu Dzar bapak aliran sosialisme, paa Ahlu Suffah sebagai bapak Tasawuf, atau Mu’awiyah bapak aliran Jabariyah, Abu Darda bapak alairan Qadariyah. Semua itu adalah salah besar kebohongan besar)
Perpecahan itu terjadi setelah terbunihnya Utsman bin Affan. Kendati demikian, belum terjadi perpecahan nyata pada saat itu. Terjadinya fitnah baru pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra, disusul dengan munculnya Khawarij dan Syi’ah. Adapun perpecahan di masa Abu Bakar, Umar bin Khaththab, pun pada masa Utsman bin Affan belu terjadi. Para sahabat ra cukup handal untuk memadamkan bila terjadi perpecahan. Jangan sekali-kali menyangka bahwa para sahabat lengah, atau mereka itu bodoh, atau mereka tidak mewaspadai akan adanya perpecahan, baik perpecahan itu dalam bentuk pemikiran, kondisional, atau tindakan, bahkan mereka melawan perpecahan secara gigih. Setiap ada cobaan, mereka hadapi dengan tangguh, teguh, dan kuat. Namun, takdir Allah yang berlaku.
1 komentar:
Perpecahan pasti terjadi!
Apakah perpecahan dalam umat ini satu keniscayaan? Jawabannya adalah benar, perpecahan dalam umat ini merupakan sunatullah yang pasti terjadi dan telah terjadi. Adapun dasar argumentasi pernyataan ini adalah:
1. Berita yang masyhur dari Nabi tentang terjadinya perpecahan dalam umat ini, diantaranya hadits iftiqatul ummat yang berbunyi:
افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ، وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الأُمَّةُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
“Orang-orang Yahudi telah berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan Nashora berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok serta umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok”. (HR al-Tirmidzi).
2. Nabi telah mengkhabarkan bahwa umat ini akan mengikuti umat-umat terdahulu dalam sabda beliau:
لَتُتَّبَعَنَّ سُنَنُ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبَعْتُمُوْهُ )) . قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى ؟! قَالَ : (( فَمَنْ )) ([() أخرجه البخاري ، فتح الباري ، 13/300 . ومسلم ، رقم (2669) .]) ؟!
“Sungguh jalan orang-orang sebelum kalian akan diikuti sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi hasta hingga seandainya mereka masuk lubang Dhobb tentulah kalian akan mengikutinya. Kami bertanya: Wahai Rasululloh apakah yahudi dan nashrani?! Beliau menjawab: Siapa lagi?!” (HR. Bukhari – Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi -dalam rangka memperingatkan umat ini- menceritakan bahwa umat ini akan berpecah belah secara pasti. Namun tidaklah terjadinya perpecahan adalah celaan kecuali untuk orang yang memecah atau memisahkan diri dari jamaah muslimin.
Kalau demikian jelaslah kepastian terjadinya perpecahan pada umat ini, walaupun belum dibuktikan dengan realita. Sebab banyaknya peringatakan akan sesuatu menunjukkan kepastian ada dan akan terjadinya sesuatu itu.
Nash-nash yang ada dalam al-Qur`an dan sunnah yang berisi peringatan dari mengikuti jalan-jalan yang tidak lurus, diantaranya :
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَتَفَرَّقُوْا [ آل عمران : 103 ]
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai:, (QS. Al Imran: 103)
وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ [ الأنفال : 46 ]
“dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu” (QS. Al Anfal: 46)
وَلاَ تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ [ آل عمران: 105 ]
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka” (QS. Al Imran: 105)
وأَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ [ الأنعام : 153 ]
“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya” (QS. Al An’am: 153)
Posting Komentar